Prakata

PADA MULANYA ADALAH KATA. Kata yang pertama-tama dianggap sekedar struktur terkecil dalam frasa, kalimat, paragraf dan karangan lainnya, naik tahta diangkat derajadnya jadi penyebab pertama, asal-usul, origin, arkhe, you name it yang kelak menjebak asumsi manusia tentang dunia di sekitarnya. Kata yang mana adalah firman-Nya.

Pada mulanya adalah kata juga disitir para penyair sebagai entitas bebas, yang boleh saja lepas dari ketergantungannya akan frasa, kalimat, paragraf dan karangan itu sendiri. Kata kini punya hak untuk bebas, punya free will yang kelak menentukan nasibnya sendiri, kata yang kini berkehendak menulis mantranya sendiri, menentukan maknanya sendiri.

Tapi tidak kali ini. Di sini, pada mulanya adalah omong kosong yang terlalu menjebak untuk diikuti. Sebab percayalah, sejak awal aku coba mengikuti kisah ini dari halaman pertama, pikiranku melayang kemana-mana. Yang terbayang di depan cuma imaji pudar nan samar dari huruf dan angka seperti menyimbolkan sesuatu entah dan untuk tujuan apa, sebuah objek heksagonal berwarna biru yang berpusat ke satu kurva bersisi 7, layaknya sebuah bintang Daud dari masa lalu.

Aku sendiri tidak mengerti kenapa aku sekarang berada di halaman ini. Seseorang pasti telah merekomendasikannya lewat timeline atau ping notifikasi, aku akan coba mengingat-ingatnya lagi nanti. Maka inilah aku sekarang, menghadapi halaman pertama dari rangkaian kisah di halaman-halaman lain yang belum sempat dan agak malas aku baca.

Toh sepanjang karirku sebagai pembaca sampai hari ini, aku selalu berpendapat bahwa sebuah kisah yang ditulis seorang pengarang, tak pernah benar-benar mengisahkan dirinya sendiri. Ia selalu terjebak di antara pengarang dan pembaca yang saling tarik menarik dan berebut pengaruh. Dan yang tertinggal hanyalah orang-orang seperti aku yang tanpa sadar turut terjebak sebagai tokoh penghias dalam kisah yang sedang kubaca sendiri!!!

Sontak aku bertanya, kelanjutan macam apa yang akan ditulis sang pengarang kisah ini di halaman-halaman selanjutnya? Akan jadi apa aku, jagoan atau figuran? Adakah tokoh-tokoh lain yang bakal aku temui di rangkaian kisah ini nanti? Atau sang pengarang sudah menyiapkan kisah romantis (juga sedikit tragis melankolis mungkin) untukku di kisah ini?

Peduli setan, memang. Tidak ada seorangpun yang berhak menentukan kemana arah jalan kisah hidupku kelak (termasuk juga mengatur kisah cintaku), bukan?! Toh keputusannya sekarang ada di tanganku, apakah aku akan lanjut membaca dan membuka halaman kedua, ketiga, keempat, dan halaman-halaman berikutnya, ataukah aku juga mudah saja menganggap tidak penting sang pengarang kisah ini dan menghentikan bacaanku saat ini juga.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *