Kalau Pamulang Ada Jason Ranti, Pondok Kopi Punya Aip DPO

Kalau di Pamulang ada Jason Ranti, Pondok Kopi punya Aip DPO. Sama-sama menggemari drawing dan mendalami folk, kita butuh lebih banyak lagi musisi seperti mereka di skena musik tingkatan akar rumput.

Persinggungan saya dengan Aip DPO terjadi begitu saja di kurun waktu 2016 – 2017 di kawasan Jakarta Timur, tempat ia memulai karir musiknya dari bawah tanah.

Kala itu saya kerap ‘menangkap’ sosok Aip tampil solo pada berbagai panggung micro gigs di bilangan Condet, Pondok Bambu, Kalimalang, Bekasi dan sekitarnya. Berbeda dengan musisi independen seangkatannya, jurus Aip di panggung terbilang sederhana. Bermodal topi kupluk dan gitar kopong, dalam waktu singkat nada-nada folk mengucur deras dari vokalnya yang cempreng dan lugas.

Bukan lagu-lagu romantisisme Iwan Fals bukan pula nyanyian koor massal ala Marjinal. Aksi panggung Aip cukup mencolok karena ia tampil solo dan tampil asyik membawakan lagu-lagu ciptaannya sendiri. Meski seingat saya, Aip belum punya diskografi atau rilisan musik kala itu.

Karenanya sejak 2021 lalu, saya melonjak girang menemukan diskografi Aip di Spotify berisi 3 album yang dirilis berurutan ‘Cerita Si Alan’ (2019), ‘Seniman Proyek Tengkiyuh’ (2020) dan yang terbaru Login (2021) yang digarap dalam format full band di bawah naungan Loteng Musik.

Pengalaman personal sekaligus penelusuran track demi track karya Aip di Spotify, terasa bak tur singkat sekaligus nostalgia ke fun dan chaos-nya pinggiran Timur Jakarta, kota yang juga jadi kelahiran saya dan tumbuh dewasa. Dari kisah pasar Gembrong yang selalu macet sampai pengalaman bikin SIM yang dipersulit, semua membuktikan asumsi saya bahwa eksistensi Aip sebagai musisi independen sangat dipengaruhi geografis tempat tinggalnya yang notabene adalah kota terpadat di DKI Jakarta.

Peristiwa-peristiwa receh, unik, dan epic di Pondok Kopi dan sekitarnya inilah yang membentuk karakter Aip dan menginspirasikan lagu-lagu ciptaannya. Penggunaan bahasa slang khas Jakarta Timur seperti ‘tengkiyuh’, ‘murnih’, ‘pack’ jadi idiom pembungkus makna ala Aip dalam menyampaikan pesan lagunya.

Simak saja nomor ‘Plis Don Du Det’, frasa slang yang jadi judul salah satu track di album ‘Seniman Project Tengkiyuh’. Dengan jenaka, Aip mengubah pelesetan bahasa Inggris ‘Please Don’t Do That’ atau ‘Jangan Lakukan Itu’ menjadi sebuah lagu protes paling keras tahun ini bersenjatakan gitar kopong tanpa harus tampil dengan gaya bermusik atau vokal yang gahar.

Di videoklipnya yang baru saja rilis di 16 Juli 2021 kemarin, Aip secara subtil menyampaikan pesan ‘Plis Don Du Det’ lewat kostum kasual plus topi pet dan gitar nylon ber-stiker smile. Belum habis intro dimainkan, ia merangkak di trotoar sambil membuka nyanyian:

Plis jangan ngegas buat anda yang berjas karna gas tiga kilo buat si miskin dan pembodohan di tipi harus dimatiin

Lewat adegan selanjutnya, ia bahkan menanggalkan topi pet, mencopot jaket dan melepaskan sepatu sambil terus merangkak menuju arah kamera sambil bersuara:

Ini semua untuk rakyat/ Rakyat yang mana Ini semua demi rakyat/ Rakyat yang mana

Meninggalkan penonton pada pertanyaan retrospektif pasca terpolarisasinya pandangan politik kita semua di Pilpres lalu dengan kesimpulan:

kami hanya bisa menelan ludah/ jika lupa janji yang sudah-sudah ah sudahlah

Lewat bahasa sederhana, di nomor ‘Plis Don Du Det’ ini Aip mengolah rekaman realita sekaligus menyajikan kritik pada sistem secara simbolik dan kreatif, yang menurut hemat saya kekuatannya sulit ditandingi oleh beberapa rilisan independen lokal terbaru yang rilis sepanjang 2021 ini.

Di atas kertas, nama Aip memang adalah musisi pendatang baru seperti yang ditahbiskan berbagai media lokal. Sedang bagi saya pribadi, Aip DPO adalah musisi yang tidak asing lagi di skena Timur Jakarta, dan kini tengah mematang bersama karya-karyanya untuk dinikmati publik luas.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *