Hari-Hari Terakhir Peterpan (Bagian 2: Habis)

Pada ulasan bagian 1 yang lalu telah diungkap bagaimana hari-hari terakhir Peterpan dikisahkan secara komikal dalam buku Kisah Lainnya.. (baca ulasannya di link ini).

Mengingat buku tersebut ditulis dengan kapasitas para penulisnya sebagai musisi, tidak adil rasanya bila saya memberikan penilaian kreativitas Aries cs tanpa menengok bagaimana musikalitas Peterpan sesungguhnya. Terlebih lagi karena buku ini juga di-bundling dengan album bertajuk Suara Lainnya.

Membaca’ Suara Lainnya

Secara material, album Suara Lainnya hanya berisi 1 lagu versi baru dari nomor ‘Cobalah Mengerti’ yang dinyanyikan musisi tamu ‘Momo Geisha’ dan 1 lagu baru berjudul ‘Dara’ hasil rekaman Ariel dari dalam penjara. Sisanya adalah 9 lagu lama yang dibawakan ulang secara instrumental.

Tapi secara kualitas, patut diakui bahwa ‘Taman Langit’ versi instrumental yang dimainkan David, Idris Sardi dan Henry Lamiri, serta nomor ‘Sahabat’ yang digubah lewat musik tradisional karinding oleh Kariding Attack adalah nomor paling mengesankan di album ini.

Selebihnya, nomor-nomor apik Peterpan mesti ‘turun derajat’ jadi background music yang biasa diputar lift atau lounge hotel yang terasa medioker.

Masalahnya, porsi vokal yang sengaja dibiarkan kosong (mengingat Ariel masih meringkuk di hotel prodeo) jelas menyulitkan pembacaan bagaimana album ini harusnya dinikmati secara semantik.

Atas pertimbangan inilah saya berasumsi, Suara Lainnya hanya bisa dinilai dalam kaitannya dengan seluruh diskografi Peterpan sejak kemunculannya di album kompilasi Kisah 2002 Malam dimana publik pertama kali mengenal Peterpan awal pergantian tahun millenial.

Visualiasi Semantik Lagu

Berbekal koleksi lirik lagu yang saya kumpulkan dari situs database lirik lagu Genius dot com, info diskografi di Wikipedia, menaruhnya di Google Spreadsheet dan menghubungkannya dengan Google Data Studio, saya membuat visualisasi sederhana berikut sebagai alat analisis.

Tercatat bahwa sepanjang karirnya, Peterpan menyanyikan sebanyak 775 varian kata dari total 8.414 entri kata berbahasa Indonesia dalam lagu-lagunya.

Rasio 1:11 dalam perbendaharaan teks seluruh karya Peterpan, menunjukkan bahwa secara rata-rata 1 kosakata diulang sebanyak 11 kali. Minimnya rasio varian dan tingginya pengulangan kata ini menunjukkan bagaimana Peterpan tidak terlalu kreatif memanfaatkan kekayaan ragam kosakata bahasa Indonesia.

Lebih rinci lagi, ada sebanyak 392 entri yang mengulang-ulang kata ‘aku’. Sedangkan entri kata ‘kau’ dapat porsi jauh lebih rendah, yakni dinyanyikan sejumlah 290 kali. Sisanya, lagu-lagu Peterpan didominasi oleh entri kata ‘hatiku’, ‘hancurkan’, dan ‘bintang’ seperti yang ditunjukkan dalam visualisasi word cloud berikut.

Tingginya porsi ke-‘aku’-an sebagai kata ganti orang ketiga yang ditempatkan jauh lebih unggul di atas ‘kau’ menyiratkan individualisme yang kuat sebagai ideologi utama dalam lagu-lagu Peterpan.

Tentang bagaimana individualisme ini diejewantahkan dalam tema lagu, topik yang diulas dan nuansa pesan yang dibawa bisa disimak lewat visualisasi sentimen berikut ini.

Dari visualisasi di atas kita bisa simpulkan bahwa sejatinya, lagu-lagu Peterpan adalah koleksi permenungan tokoh ‘aku’ dalam relasinya dengan ‘kau’ atas rasa kehilangan yang dalam, hubungan romantisisme dengan seseorang yang dicinta dan dinamika persahabatan.

Tapi ia bisa jadi depresif dalam menyikapi perpisahan, namun juga mampu tetap optimistik menjalaninya, dan memandang hidup lewat cara-cara yang imajinatif.

Spirit ini secara personal saya alami mengingat saya tumbuh bersama Peterpan di sejak awal kemunculannya di era 2000-an. Semangat masa puber di tahun-tahun itu, antusiasme remaja menuju dewasa, dan mimpi-mimpi yang saya gantungkan pada dunia akademis, sejalan dengan ajakan kontemplatif Peterpan. Bulan madu zaman reformasi 5 tahun sebelumnya masih jadi euroria saat itu, membuat banyak pemuda seperti kami di luar sana yang juga memimpikan kehidupan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

Kontemplasi Bintang di Surga

Lewat debut album Taman Langit, pasar mainstream kembali diperkenalkan pada tema-tema persahabatan, kegigihan cita-cita dan sederhananya impian masa depan, serta bersahajanya hubungan sesama manusia. Tema-tema yang sebelumnya telah ditinggalkan band papan Nasional atas pada zamannya.

Pendengar Peterpan mana saat itu yang bisa menolak semangat optimisme dalam bait pembuka ‘Aku & Bintang’, segarnya struktur melodi ‘Taman Langit’, dan nilai-nilai kedewasaan dalam ‘Semua Tentang Kita’.

Seiring pemainan Uki dan Lukman yang kian mengisi kekhasan part-part gitar dan menjadi nyawa utama Peterpan, kemampuan Ariel menghasilkan lirik dan menyampaikannya lewat pilihan nada telah semakin matang dan beres secara konseptual di album kedua, Bintang di Surga (2004).

Simak saja petikan lirik ‘2DSD’ yang jadi track ke enam di album ini:

Kumenatap langit yang tenang
Dan tak kan menangisi malam
Tuk tetap berdiri ku melawan hari
Ku akan berarti ku takkan mati

Dinyanyikan lantang sebagai intro, ada sugesti kuat yang ditularkan lewat lirik sederhana dan dinyanyikan berulang-ulang sepanjang lagu seperti berdoa. Kontemplasi seperti ini boleh dibilang sudah jarang digarap sejak Slank, Dewa 19 dan Netral banting setir jadi penghasil lagu-lagu rock melayu galau di permulaan tahun 2000-an.

Jenakanya aransemen ‘Di Atas Normal’, larutnya ambience ‘Bintang di Surga’ dan puja-puji ‘Khayalan Tingkat Tinggi’ melengkapi pencapaian terbaik Peterpan sebagai band anak bawang dari pojokan Antapani, Bandung lantas menjelma jadi nama besar paling diperhitungkan di berbagai penghargaan. Semua pencapaian ini membuat frontman band mainstream manapun saat itu merasa perlu mengekor cengkok pita suara Ariel dalam bernyanyi dan menulis lirik.

Seperti yang juga muncul dalam visualisasi data, wajar bila kemudian lagu-lagu Peterpan banyak menyebarkan sentimen positif (sebanyak 36 persen). Meski beda tipis dengan sentimen negatif di urutan kedua (sebanyak 33 persen), ia juga mengandung sentimen yang netral di urutan terakhir (sebanyak 30 persen).

Beban Ideologi Lainnya

Yang justru menjadi catatan dari data visualisasi sentimen tersebut, isu sosial hanya 1 kali saja diangkat. Itupun lewat lagu daur ulang Titik Poespa berjudul ‘Kupu-Kupu Malam’ dalam album the best ‘Sebuah Nama, Sebuah Cerita’ (2008), bukan lagu orisinil ciptaan mereka.

Tema-tema semisal lingkungan hidup, budaya dan tradisi, serta spiritualitas seperti luput digarap.

Dari pembagian 10 jenis topik dan 3 sentimen yang ada, Peterpan ternyata tidak berminat menggali hal-hal yang ada di luar dirinya. Bagi saya ini problematis, sebab individualisme baru bisa bermakna ketika ia mengakarkan dirinya pada konteks sosial budaya dimana ia hidup.

Hal ini sangat disayangkan mengingat nama besar dan kemampuan Peterpan menggunakan platformnya untuk menyebarkan hal-hal yang lebih radix dalam mengubah dunia.

Apa pasal? Menurut hemat saya, ini adalah konsekuensi logis yang lahir dari kentalnya individualisme ala Peterpan. Sehingga pada gilirannya, ia menjadi beban ideologi dimana Peterpan tak hanya ‘kehilangan suara’ di album Suara Lainnya, tapi juga kehilangan cara untuk menjadi tetap aktual dan relate dengan semangat zaman yang terus berubah.

Dus, hari-hari terakhir Peterpan yang saya rasakan sehabis membaca buku Kisah Lainnya dan mendengar Suara Lainnya, berujung antiklimaks.

Lahirnya kolektif baru bernama NOAH yang alih-alih diharapkan bisa melanjutkan pencapaian Ariels cs lebih baik lagi, justru terancam stagnan dengan individualisme ala Peterpan dan dihantui bayang-bayang kesuksesan masa lalu.

Penutup: Menghapus Jejak Peterpan

Adalah mustahil bagi saya –dan banyak pemuda lain yang tumbuh bersama lagu-lagu Peterpan– untuk menghapus jejak karya mereka begitu saja hanya karena pergantian nama band.

Toh bersama NOAH, karya-karya Peterpan terbukti tetap hidup, direkam ulang lewat project tetralogi Second Chance dan mendapat pendengar baru seangkatan Iqbal Ramadhan dan Vanesha Prescilla.

Kalaupun Ariel dan kolektif barunya dianggap publik gagal di ‘kesempatan kedua’ ini, saya akan memandang NOAH sebagai entitas lain yang terpisah dari Peterpan, alih-alih mencibirnya band tribute to Peterpan.

Dengan begitu, Peterpan tetap hidup di perpustakaan musik kesukaan yang bisa kapan saja saya panggil dan nikmati.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *