Coda

Kau tau kau tak seharusnya berada di sini, di halaman ini, menemuiku dengan cara seperti ini. Kau dan aku, kita adalah satu dalam dua yang ganjil, kita masing-masing hidup di dunia yang berbeda. Batas jarak imajiner itu, meski lentur dan mudah saja ditembus, tak semestinya kau tempuh dengan cara yang sedemikian tergesa-gesa. Dan dalam setiap laku gesa yang kau dapat, setiap itu pula kau akan kehilangan lebih banyak. Sebab jika seorang bijak yang menang dalam permainan dadu, ia akan balik bertanya pada dirinya; curangkah aku bermain?

Oke aku minta maaf padamu. Jujur saja, sejak awal aku memang agak malas menurut rangkaian kisah ini di halaman-halaman sebelumnya. Aku salah, aku melompati semua halaman tersebut dan langsung membuka halaman belakang yang sedang kau tulis ini. Aku hanya penasaran, karena kau melibatkan kehadiran ku sejak halaman pertama itu tak sengaja kubaca. Aku, sebagai salah satu tokoh dalam tulisanmu ini, berhak dong tahu apa dan bagaimana akhir dari kisah ini. Bukannya apa-apa, aku hanya berjaga-jaga kalau kau keliru menulis tentangku. Jadi bisa langsung aku luruskan sebelum rangkaian kisah ini kau terbitkan.

Baiklah, aku bisa paham itu. Tidak seorangpun yang ingin dirinya disalahpahami, bukan?! Aku sebagai pengarang toh masih bisa berkelit bahwa yang kutulis ini hanyalah interpretasi dari segala kelebihan dan kelemahanku membahasakan imajinasi yang ada di kepalaku dan menjadikannya sebagai kisah fiksi. Yang aku sayangkan adalah hanya sikap lantangmu yang sudah membaca halaman ini tanpa menyimak halaman-halaman sebelumnya. Kau curang, kawan. Dan berkat kau jugalah, halaman ini terlanjur kuterbitkan sekarang. Di luar sana, entah siapa dan darimana saja, pembaca-pembaca lain sedang turut berada halaman ini sekarang, menyimak percakapan kita yang tak perlu ini.

Loh, baguslah kalau begitu. Biar semua pembaca di sini sadar bahwa kau tak bisa seenaknya menjadikan mereka sebagai bagian dari kisah fiksi norakmu ini. Biarkan pembaca tetap jadi pembaca yang berada di luar imajinasi gilamu. Kreatiflah sedikit, kau kan bisa menciptakan tokoh lain yang memang perlu dan menarik untuk kami baca, bukan dengan cara seperti ini, khan?!! Sekarang, siapa yang lantang dan siapa yang curang?

Sudahlah.. sudah. Bukankah kau sendiri yang bilang pada awalnya bahwa keputusan untuk melanjutkan bacaan ini atau tidak ada di tanganmu?! Kalau kau tak suka dengan caraku, kau bisa menghentikan bacaan dan tolong jangan ganggu konsentrasiku menulis. Jadi silahkan pergi dari halaman ini dan jangan kembali lagi.

Hmm. Aku mulai curiga bahwa kamu bukan pengarang betulan, kamu cuma pengarang gagal seperti penyair salon lainnya yang menjadikan sastra sebagai wahana ideologi, produk komoditi, dan pemuas kesenangan pribadimu saja. Kalaupun kau kemudian berkumpul, berkomunitas bersama sesama pengarang-pengarang lain, sastra lagi-lagi terjebak sebagai alat penegas institusi, komunitas, dewan, negara, atau apalah namanya. Pernahkah kalian  betul-betul memahami perasaan-perasaan tokoh ciptaanmu sendiri? Dapatkah tokoh-tokoh ini menuliskan kisah, alur dan konflik kami sendiri tanpa perlu diatur-atur oleh kalian wahai pengarang? Bahkan kami sebagai pembaca juga berhak membaca kisah tulisanmu sesuai dengan yang ingin kami baca, sesuai standard kami, sesuai dengan kapasitas otak dan pemahaman kami. Tidak perlu lah rasanya kami menikmati karya fiksi sampai serepot ini.

Sudah kubilang, aku pernah tak memaksa kamu untuk membaca, menikmati apalagi memikirkan bagaimana alur dan konflik yang akan kutulis di kisah ini.

Akan kautulis? Jadi maksudmu, kamu belum benar-benar menulis kisah ini semuanya?

Yap.

Hahaha. Pengarang cerdas!! Dan kau bahkan belum menulis apa-apa tentangku di halaman-halaman lain, tapi sudah seenaknya menuduhku macam-macam, bahkan mengusirku dari sini. Pengarang macam apa kamu?

Ada beberapa halaman yang hilang, sebagian sudah terbit lebih dulu dalam 5 kisah yang sejak lama aku kumpulkan dari 5 tempat berbeda. Beberapa memang baru sempat kutulis sekarang, termasuk halaman belakang ini.

Lima serial dari lima tempat berbeda?

Ya, lima, Alfa, Omega, Gamma, Delta, Epsilon. Tidak semuanya kutulis sendiri, L dan R sudah lebih dulu menyelesaikan tugasnya.

Sumpah aku makin tidak mengerti. Nama tempat macam apa itu?

Kalau kau mau bersabar mengikuti kisahku, nanti kau akan tahu.

L dan R ini temanmu juga? Siapa mereka?

Kalau kau mau bersabar, lebih banyak membaca sebelum bertanya ini itu dan mengikuti kisahku, nanti kau akan tahu.

Oke, oke. Aku sudah lumayan penasaran. Yang aku tidak habis pikir, kenapa pembaca sepertiku kau masukkan juga sebagai tokoh dalam rangkaian kisahmu ini?

Karena kau juga ikut menulis di sini, tanpa kamu sadari.

Mmmm.. maksudnya?

Coba baca ulang halaman pertama. Sejak awal kau harusnya sadar bahwa kau bukan sekedar pembaca. Posisimu di kisah ini, lebih dari itu. Karenanya, aku merasa perlu untuk melibatkanmu di sini. Toh tanpa pembaca seperti kamu dan semua yang sedang berada di halaman belakang ini sekarang, apa artinya karya ini.

Aku sih sebetulnya tidak terlalu keberatan kalau memang seperti itu niatmu. Aku juga tidak akan menuntut dan komplain macam-macam lagi. Dan kalau memang benar kehadiranku ikut dilibatkan dalam kisah ini, aku ingin kamu berjanji untuk tidak menulis yang macam-macam juga tentangku.

Baiklah. Aku berjanji.

Oke. Deal. By the way, aku tadi sempat mengintip sebentar ke halaman tiga dan empat. Kok halamannya kosong?

Sengaja kusimpan. Karena aku menduga kau tak akan sabar menyimak halaman dua, dan langsung menuju ke sini. Dugaanku benar, kan?!

Hahaha.

Satu petunjuk buatmu, coba bacalah dari halaman tengah.

Oke nanti akan aku baca.

Ohya, satu lagi.

Apaaa??

Thanks for reading this, anyway.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *